Seperti yang kita ketahui Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses.
Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung.
Permasalahan mengenai sampah merupakan hal yang sangat membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak dan warga sekitar. Karena untuk saat ini sampah masih menjadi persoalan yang mendapati kegagalan dalam hal penanganannya.
Padahal jika dilihat dai dampak yang pasti terjadi dalam masyarakat jika penanggulangan sampah tidak ditangani dengan baik akan berimbas pada menurunnya kualitas kehidupan, keindahan lingkungan,potensi terjadi banjir akan lebih besar karena tidak menutup kemungkinan sampah area tersebut akan menghalangi arus air sehingga terjadi bencana alam seprti banjir dan menurunnya kualitas kesehatan warga masyarakat yang tinggal di sekitar area polusi sampah.
Jika hal ini terus berlangsung dalam jangka panjang maka dapat mempengaruhi arus investor daerah, daya jual dan daya tarik daerah tersebut akan menurun drastis.
Bahkan menurut ahli kesehatan, polusi sampah, mengakibatkan dampak buruk terhadap kesehatan. Hal ini mengakibatkan berbagai macam penyakit bisa ditimbulkan di area polusi sampah tersebut seperti terindeksi saluran pencernaan , tifus, disentri, dll.
Faktor pembawa penyakit tersebut adalah lalat dan berkembangnya nyamuk-nyamuk yang menginfeksi manusia dikarenakan sampah yang menggunung. Khususnya di area tempat perkuliahan saya Curuk Sangereng, Gading Serpong, Tangerang, meningkatnya sampah yang kurang menjadi perhatian khusus dari berbagai pihak didaerah tersebut.
Pembuangan sampah selama ini kurang lebih 2 tahun saya bertempat tinggal didaerah polusi sampah dilakukan dengan ditumpuknya dipinggir jalan setapak menuju kampus , lalu tim gerak pembersihan sampah mengambil secara rutin hanya pada area kampus saya. Daerah jalan setapak tersebut bahkan diacuhkan padahal area itu sangat dekat dengan pemukiman warga bahkan disana banyak terdapat rumah makan kecil-kecilan bagi warga yang ingin mempertahankan hidupnya.
Tidak terbayang bagaimana virus-virus dan bibit-bibit penyakitnya sudah menyebar menginfeksi warga yang kurang sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan.
Mungkin hal ini akan menjadi pangkal masalah dalam artikel saya. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat didaerah itulah yang membuang dan menumpuk sampah begitu saja.
Pembuangan sampah yang dilakukan menyebabkan pencemaran terhadap air, karena pembuangan sampah akan mengakibatkan terhambatnya proses air tanah.
Apalagi jika ada sampah -sampah plastik yang tidak bisa diuraikan oleh tanah, akan mengakibatkan menumpuknya sampah dan limbah.
Dampaknya saat musim hujan tiba, tanah tidak bisa menyerap air dengan baik dan akhirnya terjadilah pengikisan tanah yang tidak sanggup menahan tekanan air dan lalu menguap mencaari daratan dan akhirnya akan menyebabkan banjir.
Begitupun dampak dari sampah yang langsung dibakar, bagaimanapun juga sampah yang akan dibakar dipekarangan rumah memang lebih praktis, tetapi terbayangkah anda dalam jangka waktu panjang cara seprti ini akan merugikan indiviu berbagai pihak bahkan individu yang tidak bersalahpun akan terkena imbasnya karena lingkungan yang telah tercemar oleh polusi yang dihasilkan oleh pembakaran sampah tersebut.
Orang yang seharusnya hidup sehat menjadi sakit dikunjungi berbagai penyakit diantaranya gangguan pada pernafasan.
Selama ini kita hanya berkutat mempermasalahkan isu sampah yang ada di bumi. Mungkin saja tidak sampai berpikiran bahwa ada isu sampah yang juga perlu menjadi perhatian, yakni sampah Antariksa.
Kita tahu, kini era dan jamannya teknologi mendominasi kehidupan sehari-hari. Setiap jam, manusia bergantung dengan elektronik dan teknologi canggih. Contoh sederhana, kita selalu berkomunikasi menggunakan internet, dalam ekonomi kita juga bertransaksi menggunakan m-banking, hingga dalam penyimpanan uang di bank juga bergantung dengan teknologi Dimana semua aktivitas tersebut membutuhkan satelit di luar angkasa sana.
Tanpa sadar, banyaknya satelit yang diterbangkan terjadi sampah antariksa. Belum lagi Negara-negara maju, yang mereka bersaing di bidang teknologi. Maka sudah hal yang biasa mereka menerbangkan satelit ke luar angkasa untuk sebuah misi Negara ataupun misi manusia. Ketika roket itu diterbangkan angkasa, mereka akan menghasilkan sampah. Satu satelit saja, bisa meninggalkan beberapa sampah, sebelum akhirnya satelit intinya dari material atau badan roket.
Dengan kata lain, isu sampah internasional tingkat tinggi tidak hanya mempermasalah sampah plastik atau sampah yang ada di bumi. Tetapi juga sudah mengalami kecemasan sampah di antariksa.
Mungkin sudah banyak orang yang tahu bahwa bumi kita dikelilingi ratusan satelit. Orbit bumi dikelilingi banyak sekali satelit bekas roket dan pecahan-pecahan lain. Ketika di orbit terlalu banyak sampah, maka risiko terjadinya tabrakan antar satelit semakin besar.
Jadi setiap terjadi satu tabrakan, dapat menimbulkan serpihan angkasa yang meningkatkan kemungkinan tabrakan-tabrakan lainya. Terjadinya kasus inilah yang kemudian disebut dengan Sindrom Kessler. Kepadatan sampah antariksa inilah yang menjadi kekhawatiran bagi misi luar angkasa di masa depan.
Di masa depan, tentu jika tidak dibersihkan akan semakin banyak sampah di luar angkasa. Sehingga setiap kali ingin menerbangkan roket, harus dinavigasi melalui koridor sempit yang dikelilingi sampah satelit. Koordinator ESA, Thomas Reiter menegaskan bahwa sampah yang begitu banyak di orbit akan banyak bertabrakan.
Jadi, hampir tidak mungkin menggunakan orbit di ketinggian 400 sampai 1200 km. Padahal, sekarang hidup manusia sangat bergantung dengan kerja satelit.
Satelit sangat membantu di banyak bidang, mulai dibidang perekonomian, studi iklim, navigasi pesawat terbang, kemajuan teknologi mesin dan banyak lainnya. Tidak banyak orang tahu bahwa sampah antariksa menjadi kekhawatiran bagi Negara-negara maju.
Karena masa aktif atau usia satelit yang diterbangkan hanya beroperasi selama 7 tahun sampai 10 tahun. Setelah itu, satelit-satelit tersebut harus segera diganti dengan yang baru.
Jika tidak diganti dengan satelit baru, akan ketinggalan jaman. Kemunculan satelit baru inilah yang menjadi isu dan problem baru lagi
Karena akan menambah jumlah sampah antariksa. Maka, para ilmuwan kini sedang berfikir dan mengembangkan cara lain, bagaimana mengurangi sampah.
Menurut Thomas Reiter banyak ide brilian yang lahir, tapi tidak ada langkah konkret mengurangi sampah antariksa tersebut.
Maka kini para ilmuwan pun tengah mengembangkan bagaimana cara agar satelit yang tidak lagi beroperasi bisa kembali lagi ke bumi, dengan cara manuver rumit.
Sayangnya, setiap satelit yang pulang ke bumi akan terbakar karena gesekan atmosfer dan akhirnya pecah.
Tetapi ada struktur bagian dalam yang disebut pitan yang tidak akan hancur, dan biasa nya pitan itu akan jatuh ke bumi. Meskipun sudah ada upaya, upaya ini belumlah menjadi solusi fundamental. Tetap saja sampah antariksa di luar angkasa masih banyak. Jika dilihat, bumi pun tampak dikelilingi material kecil.
Kesimpulannya, ditengah kemudahan teknologi dan kepraktisan hidup manusia, ada dampak negatif yang manusia timbulkan, dimana ini pula yang menjadi tanggungjawab kita bersama. Semoga, dengan lahirnya masalah dan isu ini, semakin banyak regenerasi yang lahir memberi solusi.
Penulis Irawati A. Dama, Mahasiswi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo, Bimbingan Bapak Dr. Arifin Suking, S. Pd., M. Pd.